Kamis, 05 Agustus 2010

I KNOW WHAT YOU DID ON FACEBOOK

Nama Awi Suryadi sebagai seorang sutradara sempat memperoleh ulasan hangat di beberapa media setelah filmnya Claudia/Jasmine (2008) berhasil mendapatkan pengakuan kualitas dari banyak penonton film Indonesia. Sayangnya, kesuksesan tersebut tidak bertahan lama setelah Awi justru memilih untuk menyutradarai sejumlah film ‘dangkal’ seperti Cintaku Selamanya (2008) dan Selendang Rocker (2009), yang selain gagal mendapatkan pujian secara kualitas, juga ternyata tidak begitu berhasil pada peredaran komersialnya. Kini, dengan membawa tema hubungan di dunia maya yang sedang banyak menjadi banyak perbincangan, Awi kembali merilis sebuah film drama berjudul I Know What You Did On Facebook.

Tema yang dibawakan cukup menarik sebenarnya. Dengan menawarkan konsep yang sedikit banyak akan mengingatkan penonton yang baru saja disuguhkan dengan Chole, Awi berhasil menyampaikan misinya mengenai apa konsekuensi bila seseorang mempermainkan cinta pasangannya. Dengan jajaran pemeran yang cukup apik dalam menghidupkan setiap karakter mereka, I Know What You Did On Facebook sebenarnya adalah sebuah film yang cukup dapat menghibur — khususnya setelah penonton Indonesia dibombardir dengan film-film berkualitas lemah seperti Obama Anak Menteng dan Istri Boongan Namun, film ini sepertinya terlalu berusaha untuk membuat jalan cerita yang sebenarnya simpel menjadi sebuah jalan cerita yang kompleks dengan menambahkan banyak karakter, yang sayangnya malah tidak mendapatkan porsi dan perhatian yang sesuai satu sama lain.

Awalnya, I Know What You Did On Facebook hanya memfokuskan ceritanya pada kisah hubungan antara Luna (Fanny Fabriana) dan Reno (Edo Borne). Setelah sekian tahun menjalin asmara, Luna mulai merasa bahwa Reno bukanlah pasangan yang tepat untuknya. Berbeda dengan dirinya yang telah bekerja dan cenderung bersikap dewasa, Reno malah masih belum dapat menentukan bagaimana nasibnya di masa yang akan datang. Inilah yang nantinya selalu menjadi pokok pertikaian antara pasangan ini: Luna yang cenderung kalem yang merasa bahwa Reno yang impulsif sudah bukan tipe pria yang cocok untuk mendampinginya.

Kemudian dua karakter berikutnya diperkenalkan, pasangan yang bertolak belakang dengan Luna dan Reno: Via (Kimi Jayanti) dan Hedi (Fikri Ramadhan). Via, yang merupakan sahabat Luna semenjak SMP, justru sangat membenci pacarnya yang sangat pasif dan sangat berbeda secara keseluruhan dari dirinya yang bersifat pemberontak. Walhasil, ketika melihat status Facebook milik Luna yang mengeluhkan mengenai Reno, Via mengajukan usul gila: bagaimana bila mereka saling bertukar pasangan. Pada awalnya, Luna menolak ide ini. Namun, lama-kelamaan, setelah dijanjikan bahwa hubungan ini hanyalah sebatas hubungan mesra di Facebook dan tidak di dunia nyata, Luna akhirnya menurut dengan ide gila Via.

Seperti yang bisa ditebak. Via seperti menemukan jodoh sejatinya dengan Reno, sementara Luna bisa sering bertukar pendapat dan pemikiran dengan Hedi. Tidak tahan dengan hanya berhubungan di dunia maya, Via akhirnya bertemu dengan Reno secara langsung. Hubungan Via dan Reno akhirnya berkembang jauh dan mampu membuat Reno melupakan keberadaan Luna. Lama-kelamaan, sikap Reno yang tidak pernah lagi menghubunginya membuat Luna curiga. Ia akhirnya mengetahui bahwa Via telah melanggar perjanjian antara mereka berdua dan telah melampaui batas persahabatan dengan Reno. Luna akhirnya berniat melakukan balas dendam terhadp Via.

Simpel bukan sebenarnya naskah cerita film ini? Tidak. Setelah Luna, Reno, Via dan Hedi, Awi Suryadi, yang juga berperan sebagai penulis naskah bersama Alberthiene Indah dan Adithya Adji, masih menambahkan empat karakter lainnya untuk memperumit jalan cerita I Know What You Did On Facebook. Empat karakter tersebut: Marlene (Imelda Therine), kakak Luna dan suaminya, Aryo (Restu Sinaga) serta Doni (Agastya Kandou), kakak Reno yang gay dan jatuh cinta dengan rekan sekantornya, Erick (Yama Carlos), dihadirkan dalam porsi sebagai karakter pendukung, walaupun memiliki benang merah problema yang sama yaitu memiliki kisah hubungan lewat Facebook.

Kehadiran para karakter tambahan ini justru menjadi bagian terlemah film ini, ketika Awi Suryadi gagal menempatkan porsi penceritaan yang sesuai untuk masing-masing karakter. Kisah Marlene yang mencoba selingkuh dari Aryo dihadirkan terpotong-potong dan ditempatkan hampir hanya sebagai potongan pelengkap semata, yang jika dihilangkan pun tidak akan memberikan banyak pengaruh pada jalan cerita utama. Kisah Doni yang mencintai rekan sekantornya, Erick, sepertinya dihadirkan untuk memberikan nuansa komedi bagi film ini. Beberapa kali, lewat khayalan Doni, film ini menghadirkan adegan komikal yang tujuannya untuk mengundang tawa — walaupun kemungkinan besar akan terasa gagal. Penempatan karakter-karakter tambahan ini, yang ditempatkan dengan porsi minim dan seringkali dihadirkan sebagai sebuah cerita selingan diantara kisah utama, membuat penonton karakter mereka gagal menarik perhatian penonton dan sama sekali tidak berguna.

Dari departemen akting, Fanny Fabriana dan Kimi Jayanti memang pantas memegang kredit utama film ini. Mereka berhasil memainkan peran mereka dengan baik sebagai dua karakter teman yang sangat bertolak belakang. Fanny bermain lancar sebagai Luna yang kalem — dan memang tipe ini sesuai dengan karakter-karakter yang telah dimainkan Fanny sebelumnya. Sementara aktris pendatang baru, Kimi Jayanti, sepertinya akan banyak disebut-sebut dalam beberapa waktu ke depan mengingat perannya sebagai Via sangat menantang dan berhasil ia lakonkan dengan baik. I Know What You Did On Facebook juga kemungkinan besar akan banyak diingat atas adegan perkelahian Luna dan Via yang sangat ‘berdarah’ itu. Sangat memberikan nilai tambah, walau setelah beberapa saat dihadirkan dengan durasi yang ‘terlalu’ panjang, adegan tersebut seperti kehilangan nyawanya.

Satu karakter yang harus diperhatikan penonton adalah karakter Hedi yang diperankan oleh Fikri Ramadhan. Sayang sekali karakter Fikri di sepanjang cerita film ini sangat, sangat minim tergali. Perannya sebagai kekasih Via nyaris hanya terjadi saat karakternya digambarkan berseteru dengan karakter Via. Anehnya, film ini justru memanfaatkan karakternya sebagai sebuah twist di akhir film. Bayangkan saja, setelah hampir selama tiga perempat film karkternya hilang, tiba-tiba karakter Hedi muncul di akhir cerita dan sama sekali tidak berhubungan dengan jalan cerita utama yang telah selesai. Twist yang sedikit memaksa dan tidak berguna.

Satu keunggulan lain yang dapat juga dirasakan di film ini adalah latar musik yang dihasilkan oleh komposer Ricky Lionardi. Entah benar atau tidak, tata musik yang ia hasilkan kedengaran sangat menyerupai dan memiliki jiwa yang sama dengan tata musik yang dihasilkan oleh Thomas Newman untuk dua film yang disutradarai oleh Sam Mendes, American Beauty (2000) dan Revolutionary Road (2009): rapuh, gelap dan dihadirkan dengan sangat intense sehingga turut mempu mempengaruhi emosi di sebuah adegan. Bukan menuduh bahwa tata musik I Know What You Did On Facebook ‘sangat terpengaruh’ oleh dua karya Newman tersebut, namun jika tata musik di film ini adalah benar-benar dihasilkan oleh Ricky Lionardi, dapat dikatakan bahwa tata musik film ini adalah salah satu tata musik paling baik di sinema Indonesia akhir-akhir ini.

Walaupun berhasil menjadi sebuah tontonan yang cukup menghibur, namun beberapa faktor cukup menghalangi untuk memberikan nilai tambah bagi I Know What You Did On Facebook. Para pemerannya (kecuali Fikri Ramadhan) memang berhasil membawakan karakter mereka dengan baik, namun jalan cerita film ini seperti terlalu hiperbolis dengan penambahan anak cerita dan karakter tambahan yang dirasakan sangat tidak terlalu penting untuk ada di sini. Sangat menarik sebenarnya untuk melihat film ini murni dengan hanya kisah cinta Luna-Reno-Via tanpa kehadiran embel-embel masalah pernikahan Marlene dan Aryo yang datar atau kisah cinta Doni dan Erick yang kurang menarik. Namun setidaknya, film ini berhasil untuk berusaha tidak terjebak dalam menghadirkan sebuah sajian dengan kualitas yang murahan. Kualitas yang sayangnya justru menjadi sebuah ‘mainstream‘ di sinema Indonesia akhir-akhir ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar